komunikasulut.com – Hasil kerja Walikota Manado, Andrei Angouw dan Wakil Walikota Richard Sualang mulai diuji secara masif pada bulan ke sepuluh masa pemerintahan mereka.
Cuaca buruk yang beberapa minggu ini belum kunjung berhenti melanda Manado, mulai memakan korban. Ini disebabkan oleh banjir dan tanah longsor yang marak terjadi di tengah masyarakat.
Ucapan belasungkawa pun langsung disampaikan AARS kepada keluarga dan kerabat korban, lewat platform media yang ada. Ini menjadi situasi force majeure kedua selain Pandemi Covid-19, yang harus dihadapi Pemkot Manado bersama masyarakat.
Namun begitu, bukan berarti Pemkot Manado sudah pasrah dengan bencana alam ini. Mereka terus berupaya mencegah terjadinya banjir dan tanah longsor susulan di tengah masyarakat, dengan tidak henti turun ke lokasi rawan bencana untuk mencarikan solusi.
Di sisi lain, upaya meminimalisir dampak banjir sudah dilakukan AARS sejak bulan-bulan awal mereka memimpin Manado. Hasilnya pun sudah nampak kala cuaca buruk menerpa.
Staf Khusus Walikota Manado Bidang Pengkajian Penataan Ruang, Edbert Mirah, S.T, M.PWK, memberikan analisanya soal ini. “Saya terus mengikuti dan mengamati fenomena banjir sekarang ini. Yang saya lihat, kinerja AARS selama hampir sepuluh bulan melakukan pengerukan dengan dana terbatas, terbukti sangat berhasil menurut saya,” tuturnya.
Edbert berkaca pada data dan hasil di lapangan dalam kesimpulan ini. “Masyarakat yang tinggal di daerah langganan banjir juga sudah mengakui itu. Pengakuan ini sudah ada sejak beberapa kali terjadi hujan bervolume tinggi di awal tahun, tapi banjir tidak terjadi lagi di lingkungan mereka,” ungkap Edbert yang juga menjabat Wakil Rektor Institut Sains dan Teknologi (ISTEK) Esa Trinita Minahasa Selatan.
Meski begitu, Edbert tetap objektif melihat banjir yang terjadi di awal bulan Maret 2022. Menurutnya, cuaca buruk yang kali ini menghantam Manado lebih parah dibanding tahun sebelumnya.
“Kalau 2021 hujannya cuma di awal tahun, curah hujan saat ini malah terus awet sampai bulan Maret. Bahkan intensitasnya kian bertambah. Apalagi ada kiriman dari DAS (Daerah Aliran Sungai, red) Tondano yang membuat Manado tidak siap menampung debit air yang datang,” jelas Staf Khusus Walikota Manado termuda itu.
“Kita harus pahami bersama, bahwa pengerukan drainase merupakan langkah pencegahan sementara terhadap banjir di Manado. Hitungannya cuma untuk mengatasi curah hujan di Manado. Tidak untuk menampung DAS Tondano dan sekitarnya,” terang Edbert.
Di sisi lain, upaya pengerukan terbilang sukses oleh Edbert, dengan mempertimbangkan data dan fenomena yang ada. Ini meliputi luas sebaran wilayah dan tinggi banjir yang lebih rendah dari 2021, serta genangan yang cepat surut.
“Berdasarkan data yang saya miliki, luasan banjir di 2021 mencapai 377,87 Hektare. Ini mulai meningkat drastis sejak 2019. Luasan banjir pada 2019 yang hanya 48,02 Hektare, perlahan meningkat ke 58,83 Hektare pada 2020. Puncaknya di 2021,” sebutnya.
“Untuk luasan banjir di 2022 sendiri masih sementara dihitung. Hitungannya juga secara apple to apple, yaitu saat banjir sedang melanda. Tapi untuk sementara ini yang saya temui dan bisa kita lihat bersama, bahwa luasannya berkurang drastis. Ada beberapa tempat yang dulu langganan banjir, sekarang terbukti sudah tidak lagi,” lugas Edbert.
“Untuk beberapa tempat yang masih dilanda banjir,” lanjutnya, “Itu karena revitalisasi anak sungainya masih sementara dikerjakan Pemkot Manado. Atau memang daerah tersebut berada di hilir dan merupakan cekungan DAS. Seperti dengan daerah Ternate Tanjung. Cekungan DAS di sana kan berbentuk u, dan merupakan jalur pertemuan dengan sungai Tikala.”
“Untuk beberapa tempat yang masih dilanda banjir,” lanjutnya, “Itu dipengaruhi oleh banyak faktor. Antara lain, karena cuaca dan iklim yang ekstrem juga juga faktor perilaku manusianya. Bisa dilihat di beberapa tempat yang masih dilanda banjir memiliki tingkat kepadatan bangunan yang tinggi dan berkurangnya daerah resapan air. Juga dikarenakan normalisasi anak sungai di hilir, khususnya di daerah cekungan DAS yang masih sementara dikerjakan Pemkot Manado.”
Program Jangka Panjang Pemkot Manado untuk Atasi Banjir
Dalam upaya mencegah dan mengatasi banjir kedepan, Pemkot Manado tidak hanya bergantung pada upaya pengerukan semata. Masyarakat juga dihimbau agar berperan aktif dengan membuat sumur resapan biopori di rumah masing-masing, dan tidak membuang sampah di aliran air.
Ini kembali dijelaskan Edbert. “Kedepan sementara dikejar untuk pembebasan lahan di seputaran hilir DAS Tondano. Balai Sungai sementara diskusi dengan pemilik-pemilik lahan di seputaran DAS Tondano. Semoga pembebasan lahan berjalan lancar dan cepat. Kalau sempadan sungai sudah dibuka, aliran sungainya pasti lebih leluasa. Normalisasi pun akan lebih optimal,” nilai Staf Khusus Milenial tersebut.
Diketahui, salah satu masalah DAS Tondano bukan pada hulunya. Tapi pada penyempitan hilirnya. Ini yang menjadi sasaran dari program ini.
“Hulu DAS Tondano memang sudah bagus, tapi saat masuk ke hilir ada penyempitan. Ini disebabkan oleh kepadatan bangunan di area bantaran sungai. Itulah yang harus diurai lewat pembebasan lahan tersebut,” ujar Edbert.
Selain pembebasan lahan, Pemkot Manado juga menunggu pengoperasian Bendungan Kuwil. Karena bagaimanapun, fasilitas ini memiliki peran vital dalam mengurangi debit air yang dikirim DAS Tondano ke Kota Tinutuan.
“Ada lagi Bendungan Kuwil yang sedang digenjot penyelesaiannya. Fungsinya bisa untuk menampung kiriman DAS Tondano. Sehingga, volume air yang sampai di Manado tidak akan sebesar sekarang. Ini program jangka panjang Pemkot Manado yang disinergikan dengan Pemerintah Provinsi Sulut,” lanjut Edbert.
“Jadi yang perlu kita garis bawahi saat ini, pengerukan terbukti berhasil ketika menghadapi cuaca ekstrem di awal tahun 2022. Namun karena intensitas hujannya kian meningkat sampai sekarang, apalagi ini memang terjadi di beberapa daerah di Indonesia, maka mau tidak mau kita memang harus menghadapi kondisi ini bersama-sama. Jangan lupa juga bahwa luasan banjirnya semakin berkurang dibanding tahun sebelumnya,” tandasnya.
Peliput: Rezky Kumaat