KOMUNIKASULUT.COM – Anggota Badan Sosialisasi Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR – RI), Ir. Stefanus B.A.N. Liow, MAP tampil sebagai pembicara utama pada kegiatan Sosialisasi Empat Pilar MPR – RI, Senin (05/04/2021).
Pada kesempatan itu, Senator Liow turut didampingi Kepala Bagian (Kabag) Sekretariat Badan Sosialisasi MPR-RI, Usep Supriatna.
Hajatan yang digelar di Aula Waleta Kantor Bupati Minahasa Selatan (Minsel) tersebut, merupakan hasil kerjasama Badan Sosialisasi MPR-RI dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Minsel.
Sosialisasi yang dipandu oleh Moderator Ir. Kifly Enos Sarayar ini, dibuka secara resmi oleh Bupati Minsel Franky Donny Wongkar, SH didampingi Wakil Bupati (Wabup) Pdt. Petra Yani Rembang, MTh.
Pembukaan kegiatan ini, ditandai pula dengan penyerahan plakat oleh Badan Sosialisasi MPR-RI kepada Bupati Franky Donny Wongkar S.H (FDW) yang diserahkan langsung oleh Senator Liow.
Turut hadir pada kegiatan ini, Asisten I Setdakab Minsel Frangky Tangkere, SP, MSi, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Minsel, Drs. Benny Lumingkewas, insan pers Biro Minsel, kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN), pimpinan organisasi kemasyarakatan (ormas) pemuda dan agama, unsur pimpinan agama, dan tokoh masyarakat.
Di hadapan ratusan peserta dari berbagai elemen masyarakat, senator yang akrab disapa Bung Stefa ini mengungkapkan, Empat Pilar MPR-RI terdiri dari Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia (RI) Tahun 1945 sebagai konstitusi negara serta ketetapan MPR, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai bentuk negara, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara.
“Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara, harus menjadi landasan pokok dan landasan fundamental bagi penyelenggaraan negara Indonesia. UUD Tahun 1945 adalah konstitusi negara sebagai landasan konstitusional bangsa Indonesia yang menjadi hukum dasar dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” ujarnya.
Staf Khusus, Humas dan Protokol Rektor IKIP Manado (UNIMA) periode 1995-1999 ini mengatakan, NKRI merupakan bentuk negara yang dipilih oleh bangsa Indonesia yang lahir dari pengorbanan jutaan jiwa dan raga para pejuang bangsa sebagai komitmen bersama mempertahankan keutuhan bangsa.
“Bhinneka Tunggal Ika yang dapat diartikan walaupun bangsa Indonesia mempunyai latar belakang suku, agama, ras, bahasa, dan budaya yang berbeda-beda, tetapi tetap satu sebagai bangsa Indonesia,” kata Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI/MPR-RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sulawesi Utara (Sulut) ini.
Ketua Komisi Pria/Kaum Bapa Sinode GMIM periode 2014-2018 ini mengingatkan, banyaknya potensi negatif dari kemajemukan bangsa harus dikelola dengan baik, agar tidak berujung pada konflik dan perpecahan. Potensi integrasi bangsa juga perlu diperkuat dengan menonjolkan budaya gotong royong, mendorong dan mempererat kerukunan umat beragama, suku, daerah, dan partai politik.
“Apabila Pancasila dilaksanakan, maka akan terwujud implementasi UUD 1945 sehingga terbentuk NKRI yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. Untuk menghadapi potensi disintegrasi bangsa, maka Empat Pilar MPR-RI harus diterapkan dalam kehidupan sehari hari,” tegas mantan dosen Institut Teknologi Minaesa (ITM) Tomohon dan FPTK IKIP Negeri Manado/Fatek Universitas Negeri Manado (UNIMA) ini.
Ditambahkannya, Indonesia adalah negara yang besar, dan sejak awal berdirinya NKRI, para pendiri negara menyadari bahwa Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, karena terdiri atas berbagai suku bangsa, adat istiadat, budaya, bahasa daerah, serta agama yang berbeda-beda.
“Dengan keanekaragaman tersebut, mengharuskan setiap langkah dan kebijakan negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, diarahkan untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa,” tutur suami tercinta Ketua Komisi III DPRD Kota Tomohon, Ir. Miky Junita Linda Wenur, MAP.
Ditegaskannya, merawat kebinekaan/kemajemukan merupakan kunci sekaligus menjadi jaminan berdirinya NKRI. Konsepsi merawat kebinekaan adalah wujud pengakuan dan sekaligus penghormatan terhadap adanya heterogenitas dalam berbagai aspek kebangsaan.
“Dengan konsepsi ini, MPR mendorong perubahan paradigma dan perspektif dalam memaknai kemajemukan. Keberagaman bukanlah perbedaan yang memisahkan, melainkan kekayaan yang menyatukan,” kunci penggagas utama sekaligus pendiri Panji Yosua Pria/Kaum Bapa GMIM ini.
Peliput: Van Basten