Makna Pengucapan Syukur Minahasa

Masyarakat lokal hingga mancanegara berbaur dalam perayaan Pengucapan Syukur di Minahasa. (Foto Istimewa)

Oleh: Mutiara Em

PENGUCAPAN syukur merupakan salah satu tradisi turun-temurun dari nenek moyang suku Minahasa. Tradisi ini awal mulanya berasal dari tradisi “Foso Rumages”, “Foso” yang berarti “ritual” dan “Rumages” berarti “persembahan yang diberikan dengan keutuhan atau ketulusan hati untuk Tuhan Yang Maha Besar.”

Jadi tradisi “Foso Rumages” merupakan ritual untuk mempersembahan hasil panen sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Para leluhur akan melakukan tradisi “Foso Rumages” pada saat selesai melakukan panen, terutama panen padi, masyarakat akan merayakan tradisi “Foso Rumages” sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen yang diberikan Tuhan yang Maha Besar.

Dalam pelaksanaan tradisi “Foso Rumages” juga terdapat berbagai bentuk persembahan yang dilakukan seperti bernyanyi dan menari bersama, kemudian memasak di dalam bambu yang dikhususkan untuk persembahan kepada leluhur sebagai tanda hormat.

Namun seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman tradisi “Foso Rumages” mulai hilang atau ditinggalkan, hal itu dikarenakan agama Kristen mulai masuk di tanah Minahasa membuat tradisi atau ritual “Foso Rumages” ini semakin hilang, dan juga disebabkan beberapa ritual yang bertentangan dengan agama Kristen, melihat pada saat itu penduduk lokal yang dulunya menganut kepercayaan shamanisme mulai berpindah ke agama Kristen.

Tradisi mempersembahkan hasil panen sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa hingga saat ini masih dilakukan oleh masyarakat suku Minahasa yaitu lewat perayaan pengucapan syukur, walaupun perayaan tradisi tersebut sudah tak sama lagi dengan tradisi “Foso Rumages”.

Namun maksud dan tujuan dari perayaan pengucapan syukur tetaplah sama yaitu untuk mempersembahkan hasil panen kita kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai bentuk rasa bersyukur kita atas hasil panen yang telah diberikan oleh-Nya. Itulah awal mula tradisi pengucapan syukur ini dapat terbentuk, dan menjadi tradisi yang dilakukan setiap tahunnya.

Tradisi Pengucapan Syukur
Pengucapan syukur dilakukan pada saat masa panen pertama, jadi hasil panen pertama akan dibawa ke rumah ibadah sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen berupa padi, cengkeh, pisang, dan hasil panen lainnya.

Sehubungan dengan penduduk suku Minahasa yang sebagian besar menganut agama Kristen maka salah satu bentuk perayaan tradisi ini yaitu dengan datang beribadah ke Gereja.

Perayaan tradisi ini tidak hanya ditandai oleh datang ke Gereja dan beribadah, namun pada saat perayaan tradisi ini dilakukan masyarakat akan menyediakan berbagai macam hidangan makanan dan minuman di rumah mereka masing-masing untuk para tamu yang datang atau tamu yang diundang.

Biasanya ketika hari pengucapan syukur tiba keluarga besar akan berkumpul bersama, dan adapun masyarakat sekitar yang akan saling berkunjung dari rumah satu ke rumah lainnya, yang menjadi keunikan dari tradisi ini yaitu saat tamu-tamu selesai berkunjung tuan rumah akan memberikan nasi jaha dan dodol yang merupakan menu khas dari tradisi ini sebagai bingkisan untuk dibawa pulang.

Tradisi ini biasanya dilakukan mulai pada bulan Juli-September, yang akan dilakukan di tiap-tiap Kabupaten Minahasa, kemudian juga di Kota Manado, Kota Bitung, Kota Kotamobagu, dan Kota Tomohon, dan dilakukan secara bergantian. Namun untuk Kota Manado sendiri perayaan “Pengucapan Syukur” ini baru mulai dirayakan pada tahun 2017, jadi tahun ini baru tahun ke-4 Kota Manado merayakan “Pengucapan Syukur”.

Seiring berjalannya waktu dan zaman perayaan ini tidak hanya dirayakan atau dilakukan oleh orang-orang yang berprofesi sebagai petani, namun dari semua kalangan profesi atau siapapun yang ingin merayakan “Pengucapan Syukur” bisa ikut serta merayakannya dan bersyukur bersama dalam perayaan tradisi ini, oleh sebab itu tradisi ini telah melekat bagi masyarakat Sulawesi Utara terlebih khusus pada suku Minahasa, dan menjadi kebiasaan untuk dirayakan setiap tahunnya.

Menu Hidangan yang menjadi Ciri Khas dalam Perayaan Tradisi Pengucapan Syukur

Nasi Jaha
Nasi jaha merupakan salah satu kuliner khas yang ada di Manado dan menjadi salah satu menu yang selalu ada di dalam perayaan tradisi ini. Nasi jaha diolah dengan cara memasukan semua bahan yang telah dicampurkan, dimana beras menjadi bahan utama dari makanan ini, kemudian campurkan bahan tersebut akan dibungkus dengan lembaran daun pisang, kemudian digulung sambil dipadatkan dan dimasukan kedalam bambu yang nantinya dibakar diatas bara api dengan posisi bambu didirikan secara miring yang dibawahnya terdapat bara api. Ketika sudah matang bambunya dapat diangkat, kemudian dibuka, dan bambu yang berisikan nasi jaha siap disajikan.

Dodol
Dodol juga menjadi salah satu makanan yang selalu ada di perayaan “Pengucapan Syukur”. Di Kabupaten Minahasa dan sekitarnya dodol akan dibungkus dengan daun woka, hal itu menjadi pembeda dengan dodol-dodol di daerah lainnya yang pada umumnya dibungkus dengan plastik atau kemasan lainnya. Cara membuat dodol bisa dikatakan cukup sulit dikarenakan butuh waktu yang lama, dan tenaga yang kuat untuk mengaduk semua bahan-bahan yang telah disatukan selama kurang lebih 2 jam, dengan bahan utama beras ketan, gula aren, dan kadang juga diberikan kacang atau kenari untuk dicampurkan kedalam adonan dodol tersebut.

Tinoransak
Tinoransak menjadi salah satu menu favorit yang diincar-incar para tamu saat berkunjung. Tinoransak merupakan makanan khas Minahasa dengan bahan utama yaitu daging ayam. Daging ayam tersebut akan diolah dengan bumbu-bumbu dan rempah-rempah seperti cabe, bawang merah/bawang putih, lada, kunyit, daun jeruk nipis, serai, perasaan jeruk nipis, minyak goreng, dan garam. Tinoransak dikenal dengan citra rasa yang pedas, dengan rasa rempah-rempahnya yang kuat, kemudian dagingnya yang empuk. (*)