Pengamat Kebijakan Publik Heran dengan Pernyataan Jokowi dan Komdis PSSI Soal Tragedi Kanjuruhan

Direktur P3S, Dr. Jerry Massie saat melakukan riset di Manhattan, New York. (foto istimewa)

komunikasulut.com – Kabar terbaru dari tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, telah menewaskan 131 orang. Ini menuai beragam reaksi dari beragam pihak, tak ubahnya dari Direktur P3S, Dr. Jerry Massie.

Ia turut angkat suara soal tragedi Kanjuruhan yang saat ini tengah ditangani oleh Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan.

Jerry Massie menilai, jika polisi memahami standar operasional prosedur (SOP), yakni tak bisa menggunakan gas air mata di dalam stadion sepak bola, maka dipastikan tak akan ada korban jiwa.

Kata Jerry, termasuk pernyataan Komdis PSSI yang dinilai berbahaya, dengan menyebut terdapat botol miras di stadion.

“Pertanyaan saya apakah panpel ceroboh atau seperti apa? Negeri ini doyan main klaim. Saya ingat saat pembunuhan Brigadir Joshua oleh Ferdy Sambo. Di mana awalnya Kompolnas bahkan HAM turut mendukung terjadi baku tembak antara Brigadir J dan Bharada Eliezer,” kata Jerry, Kamis 6 Oktober 2022.

Jerry menyebut, yang ditakuti publik, kasus ini direkayasa. “Saya berharap kawan-kawan di kepolisian harus usut tuntas lantaran ini sudah menelam korban jiwa dan terbanyak ke-2 di dunia di bawah Peru,” tegasnya.

“Kalau ada botol-botol mana bukti fotonya dan saksi-saksi Aremania bisa diambil keteranganya,” sambungnya.

Menurutnya, kita adalah negeri paling cepat mengambil kesimpulan tanpa ada membaca, menimbang, memperhatikan, mengkaji, menganalisis sampai memutuskan.

Lebih unik lagi, Jokowi tak menyebut korban meninggal akibat gas air mata. “Beliau tak mendengar dan membaca atau tak ada konsep saat press conference?” tanyanya.

Setidaknya orang istana menyampaikan ke presiden penyebab utamanya bukan karena tembok dan pintu.

“Narasi Jokowi audit dan pembenahan stadion, tapi persoalannya bukan perbaikan stadion tapi siapa yang menyuruh dan siapa yang menyemprotkan gas air mata,” ucapnya.

Bahkan, media asing mainstream sekelas New York Times sampai Newsmax menyoroti peristiwa memilukan ini dan mereka menulis soal kesalahan polisi yang menggunakan gas air mata yang nyata-nyata di larang FIFA.

“Pernyataan saya kalau Ferdy Sambo 3 bulan pengusutan sebelum perkara ini disidang. Nah kasus pelanggaran HAM berat ini apakah penyelidikannya di atas 3 bulan atau hanya 1 bulan seperti arahan presiden,” paparnya.

“Kalau selama tenggang waktu tak ditemukan penyebabnya, apakah presiden akan mencopot Menkopulhukam sebagai ketua tim investigasi?” tandasnya.

Ia mengaku bingung dengan pernyataan Jokowi, seakan-akan letak kesalahan ada pada pintu dan dinding alias beton. “Komunikasi yang sangat buruk dan sangat tak cerdas,” pungkasnya. (*)