Solusikan Sertifikat Tertahan BPN, Anter Minta Bentuk Panitia Pembebasan Lahan

Royke Anter. (Foto Istimewa)

komunikasulut.com – Wakil Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Royke Anter, menyampaikan keprihatinannya kepada pihak Balai Wilayah Sungai (BWS) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait permasalahan lahan dan sertifikat tanah yang hingga kini belum tuntas.

Aspirasi ini ia sampaikan di Ruangkan Komisi III DPRD Sulut, Rabu (10/9/2025). Menurutnya, ketika data sudah lengkap, BWS seharusnya bisa langsung mengeksekusi. Ia menegaskan bahwa semua dokumen, termasuk rekomendasi, sudah tersedia.

“Mohon maaf sebelumnya, ini bukan soal saling menyalahkan, tapi kita lakukan evaluasi bersama. Dalam setahun, kami turun reses tiga kali. Saya sendiri sudah enggan turun ke daerah Tikala dan Banjir karena masyarakat selalu menanyakan soal ini,” ujar Royke, yang juga merupakan pimpinan Fraksi Demokrat.

Ia menambahkan bahwa dalam setiap kegiatan, bahkan saat menggelar acara di kantor kecamatan, dirinya selalu menerima pertanyaan dari warga terkait sertifikat tanah yang sudah bertahun-tahun tertahan di BPN.

“Ini menjadi keluhan warga di Paal 4, Tikala Baru, dan Perkamil. Katanya sertifikat sudah di BPN, tapi belum juga ada kejelasan. Tolong kami diberikan informasi kendalanya di mana?” jelasnya.

Lebih jauh, Royke mengungkapkan ada masyarakat yang mengalami kredit macet karena sertifikat tanah yang dijaminkan tidak bisa digunakan, sebab masih tertahan di BPN.

“Akan lebih baik jika BPN bersama pemerintah membentuk panitia pembebasan lahan. Saat ada proses pembebasan, informasikan kepada masyarakat secara terbuka, terutama soal kepastian pembayaran. Jangan sampai masyarakat terus dibiarkan menggantung,” tegasnya.

Ia menyarankan, jika memang prosesnya masih lama, sebaiknya sertifikat dikembalikan dulu kepada pemiliknya.

“Kalau sampai 5 tahun tidak ada anggaran, berarti masyarakat harus menunggu sangat lama. Sementara untuk pengurusan surat, selalu diklaim bisa cepat dan online, tapi faktanya tetap lambat,” tambah Royke.

Pihak BPN, lanjut dia, selalu menyampaikan bahwa proses membutuhkan waktu 27 hari. Namun, kenyataannya, selalu muncul alasan baru, termasuk harus turun ke lapangan.

“Sebagai Koordinator Komisi I DPRD Sulut, saya tidak akan mengundang BPN. Sebaliknya, saya akan langsung berkunjung ke kantor BPN untuk melihat dan menyelesaikan persoalan ini. BPN harus menunjukkan keseriusannya. Ini menyangkut kepentingan masyarakat luas,” ujarnya.

Royke juga menyayangkan adanya anggaran ganti rugi dan pembebasan lahan yang sudah disediakan, namun justru dikembalikan.

“Saya harap ini menjadi perhatian serius, bukan hanya dari BPN, tapi juga Pemerintah Kota Manado. Kami perlu mendapat informasi agar bisa turut mengawal penyelesaiannya,” harapnya.

Terakhir, ia menyoroti progres proyek DAS Tondano yang disebut sudah masuk tahap lelang oleh Balai Sungai.

“Kami ingin memastikan bahwa lahan yang dikerjakan memang sudah siap dan memiliki pemenang lelang yang sah. Jangan sampai masyarakat atau pihak ketiga dirugikan. Proses ini harus disertai jaminan kepastian hukum,” imbuhnya.

Setelah mendengar tanggapan dari koordinator Komisi III DPRD Sulut ini, keterwakilan BPN, Rio Mangimpis beserta jajarannya hanya menjawab “siap” dan mencatat beberapa masukan yang disampaikan. (*)

Pos terkait