Urgensi Pemenuhan Hak Pilih Kelompok Rentan di TPS

Oleh: Pascal Toloh
Koordinator JPPR Sulut

PILKADA Serentak 2024 harus dipandang sebagai agenda partispasi politk setiap warga negara yang memegang daulat untuk menentukan pemerintahan selanjutnya dalam skala lokal.

Maka dari itu, Pilkada 2024 harus berbasis pengarusutamaan HAM dengan menjamin adanya perlindungan dan pemenuhan hak pilih dalam setiap tahapan khususnya pada saat hari pemungutan suara.

Pada realitasnya, pembatasan hak pilih warga negara khususnya kelompok rentan dan masyarakat marginal masih marak terjadi seperti kurangnya akses atas informasi, minimnya fasilitas pendukung dan pelayanan yang diskriminatif, bahkan hal ini di normalisasi oleh penyelenggara maupun masyarakat.

Dalam Pilkada Serentak 2024, telah ditetapkan berbagai kelompok rentan dan marjinal, antara lain disabilitas, tahanan, narapidana, pekerja perkebunan dan pertambangan, pekerja migran, pekerja rumah tangga, masyarakat perbatasan, masyarakat adat, kelompok minoritas agama, kelompok lanjut usia, kelompok LGBTQ, Orang dengan AIDS (ODHA), pengungsi konflik sosial atau bencana alam, tunawisma, perempuan, pasien beseta tenaga kesehatan, dan pemilih pemula.

Khusus untuk kelompok disabilitas penyelenggara harus memberikan fasilitas yang memadai bagi para penyandang disabilitas.

Di Sulawesi Utara, tercatat Jumlah pemilih disabilitas dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sulawesi Utara tahun 2024 tercatat sebanyak 13.041 orang.

Pemilih disabilitas ini terbagi dalam beberapa kategori, yaitu: disabilitas fisik sebanyak 5.784 orang, disabilitas intelektual 1.034 orang, disabilitas wicara 1.948 orang, disabilitas rungu 756 orang, disabilitas mental 2.283 orang, dan disabilitas netra 1.236 orang (KPU SULUT, 2024).

Penyediaan fasilitas yang inklusif di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) meliputi aksesibilitas fisik, seperti ramp yang dapat dilalui oleh kursi roda dan petugas yang terlatih untuk memberikan bantuan kepada penyandang disabilitas saat menggunakan hak pilihnya.

Begitu pun, bagi kelompok LGBTQ yang terkadang menjadi objek diskriminasi oleh berbagai pihak sehingga membuat mereka tidak nyaman bahkan tidak adanya akses untuk menggunakan pilihnya karena dipersoalkan identitasnya.

Sehingga, menjadi tanggungjawab penyelenggara untuk memberikan afirmasi dan pelayanan yang proaktif agar hak pilihnya dapat digunakan.

Hal ini merupakan hak konstitusional yang dijamin oleh UUD NRI 1945, UU No 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas Jo UU Pilkada.

Pilkada yang memberikan kesamaan kesempatan dan kebijakan afirmatif kepada penyandang disabilitas, kelompok LGBTQ, Masyarakat Adat dan kelompok rentan lainnya, merupakan upaya menciptakan pemilu yang non-diskriminatif dan menghormati hak asasi manusia.

Penyelenggara Pilkada dan setiap petugas yang terlibat dalam Pilkada harus merepresentasikan kewajiban negara dalam penyelenggaraan pilkada yang menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fulfil) hak politik setiap warga negara tanpa terkecuali.