Oleh: Mikhael Pontowulaeng, S.H
Anggota Bidang Hubungan Antar Lembaga JPPR Sulut
PARTISIPASI politik merupakan wujud pengejawantahan kedaulatan rakyat dan suatu hal yang fundamental dalam proses demokrasi. Apabila masyarakat memiliki tingkat partisipasi yang tinggi, maka proses pembangunan politik dan praktik demokratisasi di Indonesia akan berjalan dengan baik. Perwujudan demokrasi di tingkat lokal, salah satunya adalah melaksanakan pilkada
di daerah-daerah.
Menuainya kritik tajam atas kegagalan KPU Manado dalam meningkatkan partisipasi pemilih pada Pilkada Manado 2024. Dari target partisipiasi 80 persen, angka yang dicapai hanya 65 persen. Hal ini menjadi pukulan keras bagi KPU Manado, terutama karena anggaran besar senilai Rp 43 miliar yang dikelolanya ternyata tidak berbanding lurus dengan hasil yang dicapai.
Penurunan partisipasi pemilih ini tidak hanya berdampak pada legitimasi pemimpin terpilih, tetapi juga pada kualitas demokrasi di daerah kita yaitu Kota Manado. Menurut Irfa’i
Afham, Pakar Ilmu Politik Universitas Airlangga, menegaskan bahwa jika masalah ini tidak segera teratasi maka siklus apatisme politik akan terus berlanjut dan memperlemah demokrasi, terutama di tingkat daerah.
Dalam Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kota Manado Nomor 887 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Walikota Dan Wakil Walikota Kota Manado Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Walikota Dan Wakil Walikota Kota Manado Tahun 2024 terkait jumlah Pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap di Manado sebanyak 342. 542.
Akan tetapi yang menggunakan hak pilih pada Pilkada Manado 2024 sebanyak 222.919 berarti diambil kesimpulan pada isi surat keputusan tersebut ada 119. 623 pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Manado, Brilliant Maengko, mengungkapkan sejumlah faktor yang diduga menjadi penyebab menurunnya partisipasi. Salah satu kemungkinan adalah pengurangan jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS). Jumlah TPS saat Pilkada sebelumnya mencapai 1.371, sementara pada Pilkada 2024 hanya 677 TPS. Artinya, ada pengurangan hampir 50 persen. Bisa jadi, jarak TPS yang semakin jauh mempengaruhi antusiasme masyarakat.
Menurut pimpinan Bawaslu Manado Heard Runtuwene menyatakan keprihatinannya terhadap penurunan drastis ini. Kurangnya partisipasi pemilih disebabkan oleh kurangnya sosialisasi atau karena kejenuhan masyarakat yang harus melaksanakan pemilihan dalam waktu
yang berdekatan dengan Pemilu.
Menurut Frangky Mamesah, seorang warga Kota Manado menilai bahwa KPU Manado harus bertanggungjawab atas kegagalannya karena anggaran fantastis yang dikelola KPU tidak memberikan dampak nyata pada peningkatan partisipasi pemilih. Anggaran sebesar 43 miliar seharusnya tidak ada alasan untuk gagal.
KPU Manado harus terbuka soal bagaimana anggaran ini digunakan. Kalau ternyata partisipasi pemilih malah turun, kinerja KPU Manado harus dipertanyakan. Hal ini tentunya harus di audit secara transparan.
Jangan sampai ada penyalahgunaan anggaran yang akhirnya merugikan masyarakat. Jika partisipasi pemilih rendah,
berarti ada yang salah dalam pengelolaan dan program sosialisasi.
Disisi lain, anggota KPU Manado Ramly Pateda memberikan penjelasan singkat terkait faktor turunnya partisipasi pemilih mulai dari pindah memilih ke daerah lain, juga ada masyarakat yang memang tidak menyalurkan hak pilihnya dan lebih memilih untuk tetap bekerja atau berlibur.
Menurut Akademisi Universitas Sam Ratulangi Manado, Ferry Liando, ada beberapa hal kemungkinan penyebab partisipasi Pilkada rendah.
➢ Pihak-pihak yang tidak puas dengan hasil Pilpres 2024, sehingga kemungkinan besar tidak menggunakan hak pilihnya.
➢ Intervensi penguasa yang terlalu menyolok terhadap kebijakan-kebijakan Pilkada, terutama ketika tahapan sedang berlangsung menimbulkan rasa apatisme bagi sebagian besar pemilih.
➢ Ada kekhawatiran yang ketiga, isu politisasi identitas menjadi berkurang akibat pragmatisme koalisi parpol. Diterangkannya, parpol-parpol yang selama ini cenderung memanfaatkan isu agama kini berkoalisi dengan parpol-parpol nasionalis.
➢ Yang paling menarik yaitu kemungkinan karena ketegasan pihak kepolisian dalam
melaksanakan OTT bagi pelaku Money Politic yang ternyata memicu rendahnya partisipasi
pemilih.
➢ Pada pilkada sebelumnya, tingginya presentasi pemilih datang ke TPS karena suaranya sudah
dibayar. Jadi, politik uang itu ternyata memicu mobilisasi pemilih ke TPS.
➢ Yang terakhir yaitu pelayanan pindah memilih Pilkada tidak sama dengan pindah memilih di Pemilu. Pemilih di Pemilu meski pidah provinsi pada saat pemilihan warga masih bisa memilih. Di Pilkada, pemilih yang pindah provinsi tidak bisa memilih.
Berikut penulis juga mewawancarai untuk meminta pendapat ke penyelenggara pemilihan/ pimpinan Panwascam Malalayang terkait alasan partisipasi pemilih di Pilkada Manado tahun 2024 menjadi rendah karena Daftar Pemilih Tetap yang masih belum akurat, banyak Pemilih yang terdaftar tetapi tidak lagi berada diTPS bahkan diwilayah itu.
Pemilih TMS masih lumayan banyak, Daftar Pemilih bisa menjadi baik kalau Penyelenggara berani memperbaikinya. Kemudian penulis juga mewawancarai kepada salah satu ketua lingkungan di Malalayang Satu bahwa terkait SDM dari KPU Manado / atau KPPS ada sebagian yang ditugaskan pada TPS yang dimana bukan beralamat tempat tinggal dari KPPS.
Sehingga terjadi masalah soal C Pemberitahuan yang begitu banyak tidak tersalurkan ke Pemilih karena tidak tahu alamat tempat tinggal pemilih, oleh sebab itu banyak pemilih yang tidak mau datang ke TPS karena tidak diberikan C Pemberitahuan.
Kemudian salah satu contoh terkait masalah pemilih yang hanya melihat latar belakang Paslon, kalau Paslon Cakada merupakan mantan TNI maka begitu banyak masyarakat yang berlatar belakang TNI memilih Paslon tersebut.
Adapun masalah politik uang, ketika masyarakattidak menerima uang dari Tim Sukses Paslon Cakada maka sebagian masyarakan tidak mau
menggunakan hak pilih mereka.
Oleh sebab itu Penulis memberikan kesimpulan dari pembahasan di atas bahwa KPU Manado harus lebih meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat melalui pendidikan politik, sehingga masyarakat jangan apatis karena telah terbuka alternatif yang besar untuk memilih kandidat yang lebih baik dalam kepemimpinan daerah kita kedepannya.
Bagi masyarakat manado harus bijak dalam memilih yaitu pilihlah calon kepala daerah yang berkualitas agar supaya Pemilih boleh lebih antusias seperti Pemilu 14 Februari kemarin. Mengingat banyaknya anggaran yang diberikan dari Pemda kepada KPU Manado sebanyak 43 Miliar, tentunya anggaran ini seharunya harus membuat partisipasi pemilih lebih banyak peduli pada Pilkada Manado 2024. (*)