komunikasulut.com – Sulut United dan para komunitas suporter menggelar doa bersama serta pemasangan lilin pada Senin (3/10/2022). Ini bentuk penghormatan terakhir mereka kepada ratusan korban di Stadion Kanjuruhan Malang, yang terjadi 1 Oktober 2022.
Bertempat di Stadion Klabat Manado, Brigata The Man (BTM) sebagai salah satu komunitas suporter Sulut United yang vokal menyikapi kejadian ini, memberikan tanggapannya kepada awak media.
“Ini merupakan sebuah bentuk kesalahan dalam tanda kutip kelalaian, dalam pelaksanaan proses pertandingan. Setelah kami membaca, melihat, mendengar pemberitaan, ternyata standar FIFA itu dalam stadion tidak diperkenankan menggunakan gas air mata. Itu tidak ada dalam status pengamanan stadion,” ucap Yansen Baban selaku Ketua BTM.
Ia mengharapkan solusi yang bijak dari Federasi Sepak Bola Internasional (Fédération Internationale de Football Association/ FIFA) serta Konfederasi Sepak Bola Asia (Asian Football Confederation/ AFC), dalam menyikapi kejadian ini.
“Menurut saya FIFA dan AFC harus segera bikin pembinaan di PSSI. Supaya mereka tahu standar keamanan dan pengamanan di stadion itu seperti apa. Karena suporter itu bagian dari klub, dan suporter bagian dari sepak bola. Sepak bola tanpa suporter itu hampa, begitu juga sebaliknya,” lanjut Yansen
Langkah pembinaan dinilai Ketua BTM lebih tepat dibandingkan memberikan sanksi kepada sepak bola Indonesia. Mengingat, tragedi ini bukan disebabkan oleh konflik antar suporter, tapi antara pihak keamanan dan salah satu kubu suporter yang ada.
“FIFA janganlah menghukum sepak bola Indonesia. Akan tetapi buat pembinaan untuk PSSI, tentang standar keamanan yang layak sesuai dengan standar FIFA di dalam stadion,” harapnya.
Sementara itu, Rio Luntungan yang merupakan masyarakat pecinta bola di Sulut, mengajak masyarakat tidak mengambil kesimpulan yang keliru dari tragedi tersebut. Apalagi jika sampai sembarangan menjustifikasi sepak bola Indonesia hanya dari peristiwa yang baru terjadi.
“Yang terjadi di Malang itu menurut saya merupakan reaksi spontan dari pihak-pihak yang ada di lapangan. Jadi jangan langsung menjustifikasi bahwa sepak bola itu penuh kekerasan dan etikat kurang baik. Sepak bola tetaplah sepak bola. Sejatinya itu adalah wahana hiburan bagi masyarakat. Walaupun pada akhirnya, memang tidak ada nyawa yang sebanding dengan satu pertandingan,” jelasnya.
Masyarakat Sulut dihimbau untuk tidak trauma dengan sepak bola, tapi tetap mendukung apapun proses yang akan dilalui kedepannya.
“Sebagai masyarakat Sulawesi Utara, mari kita tetap mendukung dunia sepak bola Indonesia kedepannya. Dengan harapan supaya kejadian serupa tidak terjadi lagi di tengah-tengah kita. Jangan juga kita sampai trauma dan menggeneralisir kejadian yang terjadi di Malang,” tandas Rio yang merupakan Demisioner Ketua Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Manado itu.
Doa bersama dan pemasangan lilin berlangsung haru di lokasi kegiatan. Duka mendalam terpancar di setiap wajah yang hadir. Ini meliputi manajemen dan official Sulut United, pemain dan Panitia Pelaksana Pertandingan (LOC), komunitas suporter, awak media, dan jajaran Polres Manado yang turut hadir mengamankan kegiatan.
Peliput: Octovianus Duwith