DPRD Sulut Didemo Aliansi Mahasiswa Tolak Intervensi RUU Pilkada

komunikasulut.com – Polemik Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) berimbas ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Utara.

DPRD Sulut pun menjadi salah satu dari sekian banyak Gedung Cengkeh di Indonesia, yang didatangi aliansi mahasiswa yang menolak RUU tersebut diintervensi DPR RI.

Secara spesifik, aksi mahasiswa menentang sikap DPR RI yang hendak mengesahkan RUU Pilkada dengan menganulir Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024, tentang ambang batas pencalonan.  penolakan MK terhadap Perkara Nomor 70/PUU-XXII/2024, tentang batas usia minimal calon kepala daerah.

Massa sendiri melakukan long march dari Taman Makam Pahlawan Kairagi Manado ke Sulut. Sepanjang itu, massa aksi juga membawa berbagai spanduk dan bendera organisasi. Mereka juga meneriakkan sejumlah yel-yel seperti “DPR kerjaannya cuma selingkuh”.

“Kami hari ini turun untuk mengawal putusan MK agar dilaksanakan karena sifatnya final,” ujar salah seorang mahasiswa Universitas Sam Ratulangi Manado bernama Gio, Jumat (23/8/2024).

Dalam aksi tersebut, mahasiswa meminta DPRD Sulut mengawal agar DPR RI dan seluruh instansi di pusat mengawal pemberlakuan Putusan MK. Hal itu mendapat respons dari Anggota DPRD Sulut Fraksi NasDem, Ismail Dahab, yang menemui para demonstran.

“Saya hadir di sini untuk menyatakan bahwa DPRD Sulut bersama teman-teman mengawal Putusan MK. Dan kemarin alhamdulillah RUU Pilkada tidak jadi disahkan,” kata Ismail.

Namun, pertanyaannya justru mendapat respon negatif dari massa aksi. “Belum ketok palu, tidak ada pernyataan resmi. Kalian kira kita ini orang bodoh?” seru massa aksi.

Mahasiswa pun sempat memaksa masuk Gedung DPRD Sulut dengan alasan ingin berdiskusi secara kondusif hingga mendapat jaminan untuk mengawal Putusan MK. Sayangnya, permintaan tersebut tidak dikabulkan.“Mohon maaf kalau hari ini tidak bisa karena lagi renovasi,” ucap Ismail.

Tidak terima, massa aksi sempat melempari polisi dengan batu hingga botol minuman. Namun, hal tersebut tak berlangsung lama lantaran Ismail mengajak massa menyampaikan aspirasi dengan lesehan.

Selain mengawal Putusan MK, massa aksi juga meminta polisi tidak semena-mena. Hal itu berkaca dari adanya dugaan represi dari pihak kepolisian saat demonstrasi Kamis (22/8/2024) di berbagai daerah.

“Sampaikan ke pusat lepaskan teman-teman kami yang kemarin ikut demonstrasi. Jangan lagi ada tindakan represif ketika kami harus menyampaikan aspirasi,” ucap seorang demonstran.

Menurut mereka, polisi seharusnya melindungi mereka yang sedang memperjuangkan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), bukan melindungi satu keluarga maupun rezim tertentu. (*)

Pos terkait