komunikasulut.com – Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Sulawesi Utara 2025 mulai dibahas di Gedung Cengkeh.
Pembahasan dilakukan oleh Badan Anggaran (Banggar) DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemerintah Provinsi Sulut, Rabu (23/7/2025).
Pembahasan mengupas beragam topik substansial, mulai dari evaluasi pengelolaan APBD Induk 2025, realisasi dan serapan anggaran seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), serta hilangnya Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) masyarakat yang diperoleh dalam masa Reses DPRD Sulut.
“Silakan Bapak Sekprov menjelaskan. Apalagi item mandatory-nya besar-besar, bagaimana penyerapannya? Supaya kita bisa mendapatkan gambaran utuh,” buka Ketua DPRD Sulut, dr. Fransiscus Andi Silangen, Sp.B-KBD, yang bertindak sebagai pimpinan rapat.
TAPD menyampaikan bahwa hingga 18 Juli 2025, dari pagu pendapatan sebesar Rp3,7 triliun, baru terealisasi Rp1,49 triliun atau sekitar 40%. Sedangkan untuk belanja daerah, dari total pagu Rp3,58 triliun, baru terealisasi Rp1,2 triliun atau sekitar 34%.
Terdapat lima perangkat daerah dengan tingkat penyerapan anggaran tertinggi. Pertama adalah Dispora dengan persentase sebesar 62%, Dinas Perhubungan 54%, Dinas Kehutanan 53%, Badan Penghubung 52%, dan Badan Perbatasan: 51%.
Di sisi lain terdapat juga 15 perangkat daerah yang serapannya masih di bawah rata-rata (42%). Di antaranya adalah Dinas Perkimtan 8%, BKAD 22%, Kesbangpol 24%, PUPRD 28% dan Dinas Tenaga Kerja 31%, dan Dinas Pangan 32%.
Ada juga Dikda dengan persentase sebesasr 33%, Disperindag 35%, Dinas Kominfo & Dinas Sosial masing-masing 36%, Dinas Kesehatan 37%, Dinas Kebudayaan 39%, BPBD dan BKD masing-masing 40% dan Bapenda 42%.
“Ini mungkin bisa menjadi gambaran awal posisi realisasi anggaran sampai dengan 18 Juli 2025,” jelas Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sulut, Clay Dondokambey yang mewakili pemaparan Ketua TAPD yang juga Sekretaris Provinsi Sulut, Tahlis Gallang.
Selain lima SKPD dengan realisasi anggaran tinggi, Banggar dibuat kaget terhadap belasan SKPD dengan serapan anggaran rendah. Salah satunya datang dari Legislator Daerah Pemilihan (Dapil) Manado, Jein Laluyan.
“Sejujurnya saya kaget ketika mendengar bahwa serapan anggaran masih di bawah 50%. Ini menunjukkan adanya persoalan serius, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasan anggaran. Dispora masih di angka 50-60 persen, dan PUPR bahkan baru sekitar 20 persen. Pantas saja masih banyak keluhan masyarakat soal jalan berlubang,” tegasnya.
Legislator lain juga mempertanyakan terkait hilangnya Pokir Masyarakat dari Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) dan buku APBD Perubahan Sulut 2025; yang notabenenya itu merupakan hasil penyerapan aspirasi yang diperoleh anggota dewan selama masa Reses.
“Kami sepertinya akan dibuat malu lagi dihadapan masyarakat. Untuk apa menggelar reses, menyerap aspirasi, menginput di SIPD?Lalu ternyata tidak ada dalam program dan anggaran. Nol besar,” lugas salah satu personil Banggar.
Menjawab keluhan tersebut, Sekprov memulai dengan poin serapan anggaran yang minim. dalam APBD 2025 terdapat Dana Alokasi Umum (DAU) dalam bentuk Specific Grant yang cukup besar, yaitu sebesar Rp104 miliar. Dana ini dialokasikan untuk membiayai gaji P3K, namun hingga kini masih tercatat 0% karena penyalurannya baru dimulai pada 1 Juli 2025.
“Penyaluran akan mulai berjalan sejak 1 Juli 2025. Kami optimis, kalau pembayarannya lancar tiap bulan, hal ini akan berdampak positif terhadap kinerja anggaran kita,” ujarnya.
Selain itu, Thalis menjelaskan bahwa beberapa kegiatan yang dibiayai melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) juga mengalami keterlambatan, karena petunjuk teknis (juknis) dari pusat baru diterima belakangan. Proses pengadaan barang dan jasa pun masih dalam tahap di BPJ, sehingga belum ada penetapan penyedia atau pihak ketiga.
“Dampaknya, SKPD teknis belum bisa mencairkan anggaran karena belum ada penetapan pelaksana. Kami optimis semua ini akan terealisasi, apalagi biasanya pengadaan barang dan jasa memang lebih banyak terjadi di triwulan ketiga dan keempat,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa proses pengawasan terus dilakukan, mengingat jika keterlambatan berlanjut hingga batas akhir input ke sistem Omspan (Online Monitoring System Perbendaharaan dan Anggaran Negara), maka DAK bisa tidak disalurkan. Jika hal itu terjadi, daerah harus menanggungnya sendiri lewat DAU atau PAD.
“Oleh karena itu, kami terus mengawal SKPD yang menerima alokasi dana agar tidak terjadi keterlambatan dan anggaran bisa terserap sesuai target,” pungkas Thalis.
Sedangkan untuk Pokir yang hilang, pihak TAPD beralasan bahwa terjadi kelalaian dari operator yang menginput hasil Reses. Sekprov memastikan akan segera memperbaiki kesalahan tersebut. (***)