Masalah Tanah Kalasey Dua Kembali “Gentayangi” DPRD Sulut, Raski: Beri Kami Waktu

komunikasulut.com – Salah satu perwakilan masyarakat Kalasey II, Kabupaten Minahasa, menyampaikan kekecewaan mendalam terhadap pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Sulawesi Utara saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) di ruang Komisi I, Rabu (24/9/2025).

Yerri Lukas, warga Kalasey II, saat diberikan kesempatan menyampaikan pendapatnya, menyoroti persoalan yang belum juga terselesaikan di desa mereka.

“Sebetulnya kami sudah bosan. Kami malas kembali ke sini karena rasanya percuma. Tidak ada tanggapan,” ungkap Yerri dengan nada kecewa. Ia kemudian menyinggung permohonan rekomendasi yang diajukan pada 22 Desember 2023.

“Pak Raski, apakah masih ingat permohonan rekomendasi tanggal 22 Desember 2023? Surat itu masih kami pegang. Hingga hari ini, tidak ada tindak lanjut. Sampai saya berpikir, rekomendasi dari Dewan ini hanya sekadar surat, padahal seharusnya bisa jadi pemicu tindakan. Bahkan surat panggilan Pala (Kepala Lingkungan) saja bisa membuat orang datang, tapi ini sudah hampir dua tahun tanpa respon,” lanjutnya.

Menurut Yerri, masyarakat merasa telah dirugikan dalam empat hal penting, bahkan menyebut telah “dibantai” oleh aparat kepolisian.

“Benar, di sini ada oma-oma yang sampai harus dirawat di rumah sakit karena terkena tembakan gas air mata. Mereka hanya mempertahankan haknya. Dan sekarang? Ini sudah terjadi,” tuturnya lirih.

Yerri menegaskan bahwa masyarakat telah berjuang melalui jalur yang benar, salah satunya melalui RDP, bahkan sejak ketua Komisi I yang lama masih menjabat.

“Kenapa tadi saya berteriak, ‘mana Ketua Dewan?’ Kami bersyukur saat itu Pak Raski langsung merespon dan membuat usulan dengan empat poin kepada pimpinan untuk mendesak penyelesaian di Kalasey. Tapi sampai sekarang tidak ada tanggapan. Kalau memang Ketua Dewan tidak mau, sampaikan saja, supaya kami tahu harus menempuh jalur desakan seperti apa,” tegasnya.

Yerri juga mengingatkan DPRD untuk lebih berpihak kepada petani, yang selama masa pandemi menjadi penyelamat kehidupan masyarakat.

“Kami paham, banyak masalah dihadapi DPRD, hampir tiap hari ada demo. Tapi dalam konteks program Presiden terkait swasembada pangan, pikirkan juga kondisi petani. Saat COVID-19, yang menyelamatkan kita adalah hasil pertanian. Semua sektor berhenti, tapi kalau tidak bertani, kita tidak makan. Bahkan Bapak-Ibu Dewan pun bisa bertahan karena hasil petani,” tandasnya.

Ia juga mengkritisi sistem elit politik di negeri ini yang menurutnya dipenuhi “tai minyak”. “Setidaknya, berikan sebagian kecil upaya nyata dari para wakil rakyat. Memang Dewan bukan pengambil kebijakan langsung, tapi Dewan bisa dan harus mendesak pemerintah untuk bertindak,” katanya.

Yerri pun memperingatkan agar DPRD tidak hanya menjadi kepanjangan tangan eksekutif. “Jangan sampai legislatif ini malah bersatu dengan eksekutif. Biarkan rakyat melihat dan mengawasi. Kami ingin Dewan berfungsi sebagaimana mestinya, sebagai pengawas dan pengontrol. Bahaya jika legislatif justru bekerja sama secara tidak sehat dengan eksekutif,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menyayangkan mandeknya rekomendasi dari Komisi I, terutama terkait persoalan penggusuran dan sertifikat tanah.

“Rekomendasi itu ada empat poin penting, termasuk soal sertifikat yang tidak diterbitkan. Tolong, sebagai orang yang beriman dan percaya, ingatlah rakyat kecil,” ucapnya lirih.

“Hari ini saya ingin menuntut Ketua DPRD. Kenapa permohonan dari Komisi I itu tidak disetujui, padahal ada empat poin penting?” tegasnya kembali.

Menanggapi hal itu, Anggota DPRD Sulut Raski Mokodompit menjelaskan bahwa pada Desember 2023, Komisi I telah menerima aspirasi masyarakat dan melakukan RDP bersama Pemerintah Provinsi, Dinas-dinas terkait, serta Pemerintah Kabupaten Minahasa hingga ke pemerintah desa Kalasey II.

“Saat itu ada beberapa warga yang meminta kelengkapan syarat untuk pengurusan Sertifikat Hak Milik (SHM). Ada yang sudah menerima SHM, tapi sebagian belum, karena belum melengkapi persyaratan,” jelas Raski.

Namun, Yerri membantah pernyataan tersebut. Ia menyebut bahwa data 49 warga bukan karena tidak melengkapi syarat, melainkan sengaja dianulir.

Raski melanjutkan, saat itu Komisi I DPRD Sulut telah mengajukan permohonan rekomendasi kepada pimpinan DPRD.

“Kalau tidak salah, ada 49 warga yang belum memasukkan syarat, dan kami juga menyikapi pembangunan seperti Mako Brimob dan Politeknik Pariwisata yang berdiri di atas lahan yang diharapkan masyarakat. Masyarakat siap menerima ganti rugi, tapi pada akhirnya tidak ada kompensasi sama sekali. Bahkan pembangunannya sudah dibangun,” ungkap Raski.

Ia juga menyampaikan bahwa pihaknya telah meminta Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Minahasa untuk menjadi jembatan penyelesaian konflik tersebut.

“Masyarakat tidak mungkin datang langsung ke Mako Brimob, melihat gerbangnya saja sudah takut. Jadi, kami minta agar pemerintah memfasilitasi,” tambahnya.

Dalam rekomendasi ketiga, disebutkan adanya lahan sisa yang digarap warga, dan Komisi I sempat mengajukan permohonan agar lahan itu diberikan kepada masyarakat. “Kalaupun tidak bisa diberikan, minimal jangan diusir dari lahan tersebut,” imbuh Raski.

Ia juga menjelaskan bahwa setelah memberikan rekomendasi itu, ia dilantik menjadi Wakil Ketua DPRD, sehingga tugas-tugas Komisi I dilanjutkan oleh ketua baru.

“Seperti yang disampaikan oleh Bapak dari Kalasey, saya sendiri tidak terpilih lagi dalam Pileg lalu. Namun bulan lalu saya masuk kembali sebagai PAW. Jika ditanya soal surat rekomendasi itu, saya jujur belum mengecek ke mana arahnya. Tapi karena sudah diingatkan hari ini, beri saya dan teman-teman waktu untuk mengeceknya kembali. Yang jelas, surat itu sudah dikirim ke pimpinan DPRD, khusus untuk Kalasey II,” pungkas Raski. (*)

Pos terkait