Sengketa Tanah Interchange Manado Bitung Kembali Dikupas DPRD Sulut

komunikasulut.com – Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPRD Sulut bersama Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) yang dilaksanakan di ruang rapat Komisi III, Senin (02/06/2025).

Adapun pertemuan tersebut dilakukan untuk penyelesaian permasalahan tanah di jalan Interchange Manado-Bitung di gelar oleh komisi III di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).

RDP dipimpin Ketua Komisi 3 Berty Kapojos bersama aanggota Komisi III terdiri dari Yongkie Liemen, Amir Liputo, Roy Roring, Reamly Kaandoli dan Haslinda Rotinsulu.

Dalam kesempatan tersebut, Amir Liputo personil Komisi 3 mengemukakan, Martinus salah satu PPK waktu pembangunan dari Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) masuk dan menempati di tanah yang jadi persoalan pembangunan Jalan Interchange Manado-Bitung mengetahui tanah ini selesai di bebaskan.

Lanjutnya, sementara penuturan dari keluarga Nining Rauf luas tanah 400 meter persegi dan yang di bebaskan waktu itu 200 meter persegi yang sudah di bayarkan oleh PUPR Provinsi Sulut.

“Hari ini kita melaksanakan RDP sampai pagi pun, kalau panitia pembebasan dan BPN tidak hadir maka semua pihak tidak akan ketemu. Bapak Marthinus Bandaso berani masuk ke tanah tersebut karena dari pemerintah provinsi (pemprov) sudah nyatakan sudah clear. Sementara pihak keluarga masih memiliki sisah tanah,” ungkapnya.

Liputo menambahkan, DPRD tugasnya mengambil jalan tengah tidak bisa mengambil keputusan yang pihak ini benar dan pihak yang satunya salah. Sebab DPR tidak bisa memihak siapapun, dan DPR harus berpihak kepada kebenaran.

“Pihak keluarga merasa di rugikan dalam persoalan ini, karena mereka tidak menerima bukti rincian saat pembebasan tanah. Untuk itu kami komisi III DPRD Sulut akan menghadirkan panitia pembebasan lahan dan PUPR, karena negara harus hadir dalam persoalan ini,”tegasnya

Sementara itu, Kuasa Hukum keluarga Nining Rauf berharap, agenda Rapat Dengar Pendapat dengan komisi III DPRD SULUT siang tadi dihadiri oleh pihak yang berkompeten untuk menjawab atau memberikan keterangan terkait Kepemilikan Tanah yg menjadi pokok pembahasan yaitu pihak BPN Kota Manado.

Dikatakannya, kami memiliki Sertifikat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Manado (BPN), tentu sertifikat tersebut secara hukum merupakan suatu Keputusan Tata Usaha Negara/KTUN (beschikking) yg dianggap sah dan benar serta dapat dilaksanakan sepanjang tidak ada putusan pengadilan yang menyatakan sebaliknya.

“Prinsip ini dalam hukum administrasi negara dikenal dengan sebutan presumptio iustae causa,” ujar Astron Tania, SH.

Astron menambahkan, kalau Pihak PUPR dan BPJN menyatakan itu adalah tanah negara yang telah dibebaskan seluruhnya tentu kami pertanyakan mana buktinya, Jangan cuma asal ngomong itu tanah negara.

“Kalau itu memang tanah negara, maka Berdasarkan Pasal 49 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ditegaskan bahwa Seluruh Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Pusat/Daerah harus disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/Pemerintah Daerah yang persangkutkan,” ungkapnya.

“Sekarang kami pertanyakan mana sertifikatnya. Karena dalam pembebasan tanah untuk kepentingan umum BPN tidak mungkin akan mencabut status hak milik seseorang (sertifikatnya) jika tanahnya tidak dibebaskan seluruhnya dari luas tanah yang tercantum di dalam sertifikat,” tanya Astron Tania.

Makanya yang berkompeten untuk menjawab itu adalah BPN, karena BPN berdasarkan peraturan bersama antara Menteri Keuangan Nomor: 186/PMK.06/2009 tentang “Pensertipikatan Barang Milik Negara Berupa Tanah” dan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 24 tahun 2009 tentang “Pensertipikatan Barang Milik Negara” bersama dengan pihak Dirjen Kekayaan Negara (Kemenkeu) Wajib menginventaris dan mensertifikatkan tanah milik negara atau Barang milik negara (BMN).

“Tapi nyatanya sisa tanah tersebut bukanlah milik negara/pemerintah sebab setelah dilakukan pengecekan pihak BPN Kota Manado masih menyatakan itu milik klien kami, No debat sebab BPN punya kewenangan itu menurut Undang-undang,” jelasnya.

Lebih jauh ia menerangkan, kalau memang sudah dibayarkan semuanya, sebenarnya simple cukup dihadirkan saja pihak PUPR Provinsi dan tunjukan dokumen-dokumen terkait pembebasan tanah klien mereka (Nining Rauf), tapi melalui sambungan telepon dan pihak PUPR Provinsi dengan entengnya menjawab “Sudah Hilang”, tentu itu merupakan suatu tanda tanya besar bagi kami.

Apalagi dokumen-dokumen pembebasan lahan tersebut merupakan arsip negara/pemerintah dan telah kami minta secara resmi melalui Komisi Informasi Sulawesi Utara dan gugatan kami dikabulkan seluruhnya dan harus dibuka.

“Intinya kami menilai apa yang terjadi dalam rapat dengar pendapat belum maksimal dan tepat sasaran, sebab terlalu banyak berandai-andai seperti mungkin sto so bayar semua, mungkin sto so dibebaskan seluruhnya”, masih banyak, “ imbuhnya. (*)

Pos terkait