KOMUNIKASULUT.COM – Staf Khusus Walikota Manado Bidang Analisa Isu Politik Daerah, Reza Rumambi mengutarakan sudut pandangnya terhadap kritik dan saran yang disampaikan Jurani Rurubua kepada Pemerintah Kota Manado, Rabu (19/1/2022).
Jurani yang merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Manado dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), sebelumnya mempertanyakan kebijakan Pemkot Manado yang memberikan insentif rohaniawan dengan nominal yang berbeda; sesuai jumlah jemaat.
Reza sendiri memahami apa yang dilakukan Jurani selaku legislator, apalagi jika memang ada pihak yang merasa dirugikan dengan keputusan Walikota Manado, Andrei Angouw dan Wakil Walikota Manado, Richard Sualang di awal tahun 2022 ini.
“Saya kira apa yang disampaikan Ibu Jurani sebagai anggota dewan wajar. Karena dia menyampaikan suara dan aspirasi masyarakat,” bukanya.
Namun begitu, Reza ingin persoalan insentif rohaniawan ini dipahami dari perspektif yang luas. Bukan semata-mata dari kacamata politis. Karena kebijakan ini sendiri telah ditetapkan dengan mempertimbangkan asas prioritas, efektifitas, dan efisiensi di tengah ketersediaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang terbatas.
“Dalam situasi ini kita harus mengutamakan kebijakan yang tepat sasaran. Memang dulu insentif rohaniawan didistribusikan dengan nominal yang sama. Bedanya sekarang, APBD kita terbatas. Jadi Pemkot Manado mau tidak mau harus bijak dalam menjaga keseimbangan penggunaan anggaran. Kalau kita memaksa menggelontorkan semua dananya di satu sektor saja, bisa-bisa pembangunan sarana dan prasarana lain tidak bisa dilakukan,” jelasnya.
“Insentif rohaniawan kali ini menyesuaikan dengan beban tugas dan tanggung jawab dari rohaniawan. Jadi Pendeta yang memimpin jemaat 1 kolom dengan 25 KK (Kartu Keluarga, red), akan beda nominalnya dengan Pendeta yang jumlah jemaatnya lebih banyak atau lebih sedikit. Seperti di jemaat saya di GPI yang berjumlah 39 kolom dan 1200 KK. Karena pasti beban tugas dan tanggung jawab rohaniawannya akan berbeda,” tambahnya.
Reza pun berharap tidak ada pihak yang salah menafsirkan niat dari keputusan Pemkot Manado, melalui kebijakan ini. “Ini bukan berarti tidak menghargai para rohaniawan dan jemaat. Kalau Pemkot Manado memang seperti itu, mungkin kebijakan ini sudah ditiadakan. Tapi kenyataannya tidak. Jadi ini yang perlu kita pahami bersama. Karena anggaran sementara ini terbatas, jadi AARS perlu menggunakannya dengan efektif dan efisien,” tandasnya.
Diketahui, keterbatasan anggaran yang dialami Pemkot Manado saat ini merupakan imbas dari masa transisi pemerintah sebelumnya ke AARS. Mereka yang baru dilantik pada 10 Mei 2021, menyebabkan AARS belum bisa leluasa menggunakan APBD 2021 untuk mengeksekusi program mereka secara penuh.
Apalagi sisa dananya hanya sedikit, karena sebelumnya banyak digunakan untuk penanganan Covid-19. Untuk melakukan pergeseran anggaran di sektor-sektor tertentu pun tidak bisa sembarangan, karena bisa berimplikasi hukum. Jadi AARS hanya bisa menggunakan APBD tersebut sesuai rancangan pemerintahan sebelumnya.
Barulah di tahun 2022, dengan kuasa penggunaan APBD induk yang sepenuhnya diberikan kepada AARS, program-program mereka baru bisa ditata secara maksimal. (Red)