Mafia Tanah dan Proyek Diduga Terlibat dalam Pembangunan Jalan Boulevard Dua

Keluarga ahli waris yang mengaku dirugikan dengan pembangunan Jalan Boulevard Dua. (Foto Istimewa)

KOMUNIKASULUT.COM – Proyek pembangunan jalan boulevard II di Batusaiki, Kelurahan Molas, Kecamatan Bunaken, Kota Manado menuai kontroversi. Serta diduga ada permainan antara mafia tanah dan mafia proyek dalam pembangunannya.

Hal ini dikarenakan proyek tersebut, dinilai merugikan warga setempat. Pasalnya di lokasi itu terdapat 15 makam keluarga, yang diduga telah dibongkar oleh Dinas Pemukiman dan Pertanahan (Perkimtan) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) pada akhir tahun 2020, tanpa sepengetahuan keluarga pemilik makam.

Diketahui, makam tersebut merupakan makan leluhur atau dotu dari keluarga Asnat Baginda, yang telah ada sejak tahun 1940-an. Hal ini, juga diperkuat dengan adanya pembuktian surat silsilah bermaterai bertuliskan tangan dan pernyataan sejumlah warga sekitar yang mengetahui di lokasi tersebut ada makam para dotu atau leluhur keluarga Baginda Cs.

“Jadi lahan ini, merupakan tanah dari hasil perombakan hutan ditahun 40-an oleh leluhur atau dotu kami yang merupakan pejuang asal Ternate sewaktu melawan Belanda Mereka tiba di Manado, karena diungsikan oleh Belanda dari Ternate. Jadi sejak saat itu, leluhur kami tinggal dan berkebun dilahan ini,” ujar Asnat Baginda yang merupakan ahli waris dari makam keluarga itu.

Asnat Baginda sangat menyesalkan, tindakan yang dilakukan pihak- pihak terkait yang telah menggali dan memindahkan makam tersebut secara sepihak, tanpa melibatkan keluarga. Menurut Baginda, pembangunan jalan Boulevard II ini telah disusupi oleh para mafia proyek dan mafia tanah.

“Dimana tulang belulang dotu kami dan siapa yang bertanggung jawab? apa karena proyek pemerintah kuburan dotu kami harus dirusak, dibongkar serta dicuri, tanpa meminta ijin pada kami keluarga? kenapa penegak hukum membiarkan mereka para mafia tanah dan mafia proyek?” tutur Asnat Baginda yang akrab disapa Babe ini.

Menurut Babe, pihak keluarga mereka sangat mendukung program pemerintah dalam proses pembangunan. Tapi dirinya sangat menyayangngkan tindakan yang dilakukan terhadap keluarga mereka.

“Hai mafia-mafia tanah dan mafia-mafia proyek, kembalikan tulang belulang dotu kami. Jadi saya meminta kepada pemerintah, Polda Sulut serta bapak Kapolri dan bapak Presiden untuk mengusut tuntas para mafia tanah dan mafia proyek, agar supaya pembangunan di Sulawesi Utara ini berjalan dengan baik,” tegas Babe.

Berdasarkan informasi yang dirangkum KOMUNIKASULUT.COM, pihak penerima ganti rugi lahan tersebut yaitu Ko Tek Cs yang adalah anak dari keluarga Herman Taneng (pemilik sertifikat tanah) yang mengaku membeli tanah tersebut kepada Keluarga Dendeng Cs.

Kemudian menurut pengakuan Ko Tek Cs, di lahan tersebut tidak ada makam. “Setahu kami, selama ini tidak ada kubur. Kalo ada kubur, kiapa torang mo bli,” ujar Ci Hung (Ko Tek Cs).

Disisi lain, Asnat Baginda atau Babe menegaskan tidak pernah menjual tanah ataupun makam dotu dan leluhur mereka. “Hingga detik ini, kami keluarga tidak pernah menjual lahan makam dotu/leluhur kami kepada pihak manapun,” tegas Babe.

Hal ini, tentu menimbulkan kecurigaan, bahwa Sertifikat Kepemilikan lahan di Molas atas nama Herman Taneng dan Cisilia Taneng (Ko Tek Cs), diragukan keabsahannya.

Sementara itu, Kepada Dinas (Kadis) Perkimtan Sulut, Steve Kepel saat ditemui awak media mengatakan pada saat proses pembayaran ganti rugi lahan, alas hak yang digunakan menerangkan bahwa dilahan tersebut tidak ada makam.

“Jadi berdasarkan alas hak yang kami gunakan bahwa dilokasi tersebut tidak terdapat kubur yang ada di sertifikat,” ujarnya pada Senin (1/11/2021).

Kepel juga mengatakan, setelah itu mereka mendapat laporan bahwa ternyata di lokasi tersebut terdapat makam.

“Atas laporan itu, kami membentuk panitia relokasi makam kemudian dilakukan rapat-rapat oleh panitia, setelah dilakukan rapat kami menyimpulkan bahwa hal ini harus di informasikan secara luas kepada piha-pihak yang memiliki hubungan hukum dengan pekuburan yang ada,” ujar Kepel.

Selanjutnya, Kepel menambahkan hal ini kemudian di tindaklanjuti oleh dinas Perkimtan Sulut dengan menyebarkan informasi atau pengumuman di Media-media yang ada, seperti Koran Manado Post dan beberapa media online.

“Di saat pengumuman tersebut, tidak ada satupun yang merasa diri punya hubungan hukum dengan keluarga makam itu. Karena tidak ada yang melapor makanya proses pemindahan segera kita laksanakan,” ucap Kadis Perkimtan Steve Kepel.

Hal ini, dibantah keras oleh Asnat Baginda (Babe), menurutnya sebelum dilakukan pembongkaran makam, dirinya telah dua kali bertemu dengan Kadis Perkimtan Sulut dan Jajaran.

“Sudah dua kali saya bertemu dengan Steve Kepel, kemudian mereka menyuruh saya untuk melengkapi silsilah keluarga makam. Saya pun mencari semua keturunan Baginda, karena beberapa keluarga berdomisili di luar daerah. Namun ketika saya balik pada tanggal 3 Oktober 2020, dan saat ingin berziarah di makam dotu kami, perasaan saya sangat sedih karena makam dotu kami sudah berantakan dan telah dibongkar tanpa sepengetahuan keluarga kami,” ucap Babe.

Menurut Babe, proyek ini diduga telah ada konspirasi antara mafia-mafia tanah dan mafia proyek serta pemerintah terkait.

“Gubernur telah mengeluarkan SK no 222 tahun 2020 tentang pemindahan makam. Dan di SK tersebut jelas tertulis harus melibatkan pihak keluarga. Namun kenyataannya kami selaku keluarga ahli waris makam tidak dilibatkan,” tegas Babe.

“Kami keluarga sampai saat ini welcome untuk cari solusi, mari semua pihak-pihak yang terlibat kita duduk bersama untuk mencari solusi. Kami sebagai anak bangsa dan saya mewakili seluruh ahli waris, mendukung program pemerintah untuk proyek jalan ini apalagi di daerah kami. Tetapi bukan begini caranya, semua punya solusi, apakah karena proyek jalan pemerintah harus merugikan masyarakat,” tandasnya

Asnat Baginda mewakili seluruh ahli waris keluarga, meminta pertanggung jawaban dan keadilan atas pembongkaran kuburan leluhur mereka. Karena hingga saat ini keluarga Asnat Baginda tidak mengetahui di mana tulang belulang dotu atau leluhur mereka.

Peliput: Yaya Piri