Wakil Rakyat Kian Buat Gaduh, Pengkaderan Parpol Perlu Dibenahi

komunikasulut.com – Kegaduhan yang ditimbulkan oleh sejumlah oknum wakil rakyat belakangan ini, merupakan imbas dari gagalnya sistem kaderisasi partai politik terhadap anggotanya.

Narasi ini mencuat dalam kegiatan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sulawesi Utara, Jumat (20/9/2025).

“Realitanya, Parpol terbukti gagal menyeleksi calon-calon terbaiknya. Bisa kita lihat dari masalah-masalah yang timbul di masyarakat saat ini. Masih ada yang tidak beretika dan bermoral dalam berperilaku di media massa dan mata publik. Ini terjadi di tingkat pusat hingga daerah,” ucap Dr. Ferry Liando, M.Si, selaku salah satu pemateri kegiatan.

“Kegaduhan ini kan dimulai dari DPR RI yang menampilkan seleberasi berlebihan, di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang sedang terpuruk,” tambah Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado itu.

Apalagi menurut Dr. Ferry, ada beberapa Legislator yang dengan sadar mencela dan menyindir keluhan tersebut. Ini kian membakar emosi masyarakat kepada para wakil mereka di Senayan.

“Imbasnya, kita sudah lihat bagaimana terjadi demo dimana-mana yang menyebabkan kerugian materil sampai kehilangan nyawa,” lanjut Dr. Ferry.

Ia juga mengangkat kabar terbaru, bahwa ada oknum anggota DPRD Gorontalo yang mempertontonkan kelakuan serupa di media sosial.

“Kita sudah lihat bersama ada anggota DPRD Gorontalo yang sedang viral mengeluarkan kata-kata ingin merampok negara, memiskinkan negara, dan seterusnya. Ini tidak lepas dari tanggungjawab Parpol,” ujar Dekan FISIP Unsrat itu.

“Untuk solusi persoalan ini, kita tidak boleh hanya fokus pada seberapa cepat penindakan dan apa sanksi yang mereka dapatkan. Kedepannya harus fokus pada bagaimana Parpol menyeleksi dan mengkaderisasi calon-calonnya yang akan ikut kontestasi sejak awal,” ungkap Dr. Ferry.

Masalah ini pun masih tidak akan selesai tanpa peran masyarakat. “Selama masyarakat masih membuka ruang untuk terjadinya praktik money politik, ini belum akan selesai. Masyarakat turut menjadi penentu dari siapa saja yang akan mendapatkan kursi Legislatif,” tandasnya.

Pernyataan Dr. Ferry didukung Dr. Irene Tangkawarow, S.T, MISD, sebagai salah satu pemateri kegiatan.

“Seharusnya memang anggota dewan kita sudah ‘beres’ saat direkrut dan diterima oleh Parpol. Sehingga saat terpilih oleh masyarakat, mereka sudah siap kerja dengan bekal kompetensi dan moral yang baik. Supaya regulasi yang dihasilkan bisa pro rakyat dari segala sisi,” ujarnya.

Perguruan tinggi sebagai bagian dari masyarakat, dinilai Dr. Irene perlu mendapat peran lebih dalam proses terpilihnya para Legislator.

“Dalam mencetak para anggota dewan, baiknya perguruan tinggi dilibatkan lebih dalam prosesnya. Terutama dalam menganalisa track record pendidikan mereka. Karena dengan melihat track record itu, kita bisa meminimalisir output buruk yang bisa terjadi saat mereka menjabat,” jabarnya.

“Apalagi sekarang sudah muncul skeptisisme dan distrust dari generasi muda, terhadap proses berdemokrasi di Indonesia. Ini akibat dari Pemilu kita yang akhir-akhir ini hanya menghasilkan kegaduhan di masyarakat. Pelakunya tidak lain dan tidak bukan adalah wakil rakyat sendiri,” lanjut Dr. Irene.

Fenomena ini tidak boleh dibiarkan, karena menurutnya lama-kelamaan para generasi muda akan lebih percaya pada gerakan aktivisme sosial ketimbang praktik demokrasi, untuk menyelesaikan problematika negara.

“Ini PR kita untuk kembalikan kepercayaan mereka, agar jangan sampai terjadi seperti Nepal. Dimana generasi muda yang sudah muak dengan kelakuan pemerintahnya, menjadi penggerak revolusi dengan cara anarkis,” tutup Dr. Irene.

Peliput: Rezky Kumaat

Pos terkait