P3S Proyeksikan Peluang Puan Maharani di Pilpres 2024

Para narasumber webinar P3S sedang memaparkan argumennya. (Foto Istimewa)

komunikasulut.com – Sudah menjadi rahasia umum bahwa elektabilitas dan popularitas Puan Maharani di berbagai survei nasional pada awal 2022, persentasinya tidak menyentuh dua digit; atau di bawah sepuluh persen jika dibandingkan dengan figur-figur lain yang masuk klasemen.

Namun begitu, bukan berarti cucu dari Bapak Proklamator Indonesia ini tidak punya harapan untuk diusung dan bersaing sebagai Calon Presiden (Capres) di Pemilihan Umum 2024.

Lembaga Political and Public Policy Studies (P3S) dan eseninews.com membedah hal ini dalam webinar bertajuk “Kupas Peluang Puan Maharani di Pilpres 2024,” Kamis (23/6/2022).

P3S mendatangkan narasumber-narasumber kredibel dan kompeten, dalam menganalisa dan memproyeksikan kelebihan serta kekurangan Puan untuk menjadi calon Presiden RI kedelapan. Mereka adalah Prof. Dr. R. Siti Zuhro selaku Peneliti Senior BRIN; Kunto Wibowo, Ph.D selaku Direktur Kedai Kopi; Dr. Emrus Sihombing selaku Pakar Komunikasi Politik; dan Dr. Jerry Massie selaku Direktur P3S.

Di kesempatan itu, Prof. Siti mengawali diskusi dengan menyadarkan publik agar tidak terbuai dengan praktik-praktik pencitraan moderen oleh sebagian bakal Capres, yang dibalut dalam persentase angka elektabilitas dan popularitas dari survei. Terlebih lagi, mereka bukan incumbent dan Pemilu belum dilaksanakan.

Untuk peluang Puan sendiri, ia menilai potensinya besar. Apalagi dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di belakangnya, semakin memastikan kekuatannya yang mampu menyentuh akar rumput.

“Tapi apakah Puan mumpuni sebagai Capres? Jangan sepelekan dia sebagai perempuan. Tidak mungkinkan PDIP mencalonkan figur yang buta politik dan tanpa ditraining dari bawah,” ujar Prof. Siti.

“Perempuan-perempuan yang menjadi pemimpin, cenderung tidak punya waktu untuk membuat pencitraan yang berlebihan. Contohnya Risma Harini yang dipublik biasa marah, menangis, dan meluapkan berbagai emosinya tanpa memikirkan penampilannya di mata masyarakat. Kejujuran itu yang menjadi keunggulan kaum perempuan,” tambahnya.

Melihat dari dimensi perempuan, Peneliti Senior BRIN itu menilai Puan punya kekhasan kejujuran itu selama kiprahnya di dunia politik. Jadi prospeknya sangat mumpuni untuk dipilih sebagai Capres oleh PDIP. “Ini didukung dengan pengalaman empiris, praktis, dan legislatif, yang menjadi modalnya sebagai seorang pemimpin. Jangan lupa juga ia, adalah cucunya Soekarno. Yang pastinya memiliki keberpihakan yang luar biasa ke NKRI,” ungkap Prof. Siti.

“Menurut saya keputusan Ibu Mega selaku Ketua Umum PDIP sudah kesitu. Kecenderungannya akan ke Puan. Karena lewat berbagai penyampaiannya ke publik, tiket PDIP tidak akan lagi diberikan untuk orang di luar partai,” lugasnya.

Di sisi lain, Direktur Kedai Kopi menyeimbangkan argumen webinar ini dengan membeberkan data-data kekurangan dan hambatan untuk Puan, dalam masa penantiannya sebagai Capres PDIP.

“Untuk favorabilitasnya, 65 persen lebih masyarakat Indonesia kenal Puan. Tapi ternyata hanya sepertiga dari itu yang suka. Ini belum berbicara elektabilitas ya, hanya masalah kesukaan saja. Berarti memang ada problem dengan citra publiknya,” ungkap Kunto.

“Hari ini pun, sisi keperempuanan Puan sudah diserang. Berdasarkan hasil survei kita pada November 2021, sebanyak 65,8 persen pemilih enggan memilih Capres perempuan. Ini akan jadi barrier penting ketika Puan benar-benar menjadi Capres,” lanjutnya.

Prestasi-prestasi Puan selama ini di DPR, menurut Kunto juga belum banyak diketahui masyarakat luas. Padahal dalam sisi pembuatan regulasi, ia menjadi dalang dibalik pengesahan UU PKS yang sangat membela kaum perempuan di Nusantara. Begitupun dengan cuti ibu hamil yang merupakan inisiasinya di DPR.

Meskipun begitu, Kunto menilai masih ada waktu dua tahun untuk Puan dan timnya meyakinkan masyarakat soal ini. Termasuk soal tingkat elektabilitasnya. “Nyatanya, masih terlalu dini untuk menyimpulkan hasil elektabilitas dan popularitasi saat ini, sebagai penentu untuk diusung sebagai Capres. Apalagi untuk memenangkan Pemilu 2024,” terangnya.

“Kita pernah dua kali Pemilu yang dimenangkan oleh figur bukan incumbent. Mereka adalah SBY di 2004 dan Jokowi di 2014. Elektabilitas SBY di 2002 hanya lima persen dibandingkan Ibu Mega kala itu, yang memiliki 44 persen lebih,” jabar Kunto.

“Begitu juga Jokowi,” lanjutnya, “Yang hanya bergantung pada elektabilitas sebagai Gubernur Jakarta di 2011. Nanti 2013 baru elektabilitasnya sebagai Capres di angka sepuluh persenan, dan memenangkan Pemilu di 2014. Jadi elektabilitas hari ini belum menjamin angkanya akan sama hingga 2024.”

Selepas Kunto, narasumber selanjutnya memberikan pernyataan yang keras soal permainan elektabilitas yang dituding sedang dilakukan aktor-aktor politik saat ini. “Kalau mau jujur, ini sedang direkayasa lewat media sosial dan platform media lainnya. Mereka seolah berdialog soal figur mana yang hebat dan tidak, lalu ujung-ujungnya menggiring opini untuk memenangkan salah satu figur yang mereka usung,” buka Emrus.

“Itulah permainan framing komunikasi yang sedang terjadi. Posisi Puan seperti termarjinalisasi dari sudut kemampuan. Ini yang harus dibongkar ke publik, agar mereka tidak semakin terbius dengan hal tersebut,” tambah Pakar Komunikasi Politik itu.

Padalah menurut Emrus, kalau mau lihat track record Puan secara teliti, jabatan-jabatan besar yang pernah dijabat Puan telah membuktikan bahwa managerial skill, technical skill, dan leadership skill-nya di atas rata-rata. Mulai dari Ketua Fraksi PDIP di DPR RI, Menko PMK RI, dan Ketua DPR RI.

“Kemampuannya sudah dibuktikan lewat karir politik yang pernah Puan lewati. Kembali saya katakan, Puan itu pemimpin yang berkualitas. Dan saya bisa pertanggungjawabkan itu,” tandasnya.

Beralih ke Direktur P3S, Jerry memetakan kekuatan politik PDIP di ranah legislatif dan eksekutif, yang memiliki basis massa absolut untuk menopang kekuatan Puan sebagai Capres nantinya. Mesin partai ini juga yang dapat “memubazirkan” persentase elektabilitas dan popularitas dari Capres lain.

“Jika kita tarik hasil Pemilu 2019 dan Pilkada 2020, PDIP menang di berbagai daerah dengan mendominasi posisi kepala-kepada daerah di Indonesia. Kalau dirunut, ada kurang lebih 215 kepala daerah. Mereka otomatis akan berpengaruh dalam menjaring suara kedepannya,” tuturnya.

“PDIP yang juga memiliki 130 kursi di seluruh Indonesia dan menguasai daerah-daerah dengan basis voter besar, akan memberikan jaminan kemenangan bagi Capres yang diusung. Tapi, khusus untuk Puan, ia tetap perlu meningkatkan branding-nya di mata publik serta merekrut kaum perempuan di timnya, untuk memperkuat keterwakilan kaumnya di Pemilu 2024,” sambung Jerry.

Ia sendiri sangat mendukung keterlibatan kaum perempuan dalam kontestasi politik Indonesia 2024. Karena menurutnya, ini merepresentasikan keberagaman dan kesetaraan gender di Indonesia sebagai negara demokrasi. “Pilpres akan seru dan menarik dengan adanya keterwakilan kaum perempuan di dalamnya. Ini mencerminkan keberagaman dan kesetaraan di era demokrasi kita,” tutup pengamat politik ternama tersebut.

Diskusi berlangsung interaktif hingga akhir, dengan dipandu oleh Rikardo Marbun sebagai moderator. Pesertanya pun berasal dari kalangan akademisi, jurnalis, dan aktivis.

Peliput: Rezky Kumaat