KOMUNIKASULUT.COM – Direktur PT. Bangun Minanga Lestari (BML), Riedel Mongisidi diduga melakukan tindak pidana pemaksaan terhadap mantan kuasa hukumnya, Erick Mongisidi beberapa waktu lalu.
Riedel disinyalir pernah memaksa Erick untuk tidak menghentikan laporannya kepada sejumlah warga Desa Sea, Kabupaten Minahasa, perihal masalah pembangunan perumahan Lestari 5. Sedangkan, Erick memiliki dasar pertimbangan sendiri untuk tidak melanjutkannya, dan berbalik membela warga Sea.
Ia sendiri telah mengembalikan “kuasanya” kepada PT. BML sejak 3 Mei 2021. Ini dilakukan berdasarkan hati nuraninya, dengan didukung oleh Kode Etik Advokad Indonesia Bab 2 Pasal 3 Huruf a, Juncto Pasal 8 huruf g.
Imbas dari kejadian itu, Erick bersama tim kuasa hukumnya melaporkan Riedel ke Sekretariat Umum (Setum) dan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Kepolisian Daerah Sulawesi Utara pada Jumat (3/8/2021).
“Saya bersama rekan-rekan advokat datang ke Polda Sulut dengan tujuan melaporkan Direktur PT. BML, Riedel Mongisidi. Ini terkait dengan tindakan pemaksaan terhadap saya pribadi, atas keinginannya untuk melaporkan dan mempidanakan sejumlah warga Desa Sea beberapa waktu lalu,” buka Erick.
“Saya bersama rekan-rekan dari Koalisi Advokat Anti Kriminalisasi atau disingkat Kodrati, hadir disini untuk melaporkan hal tersebut. Laporannya sudah diserahkan ke Setum dan Ditreskrimum Polda Sulut,” lengkapnya.
Sebelumnya, Erick sudah terlebih dulu dilaporkan oleh PT. BML atas dugaan perbuatan tidak menyenangkan. Legal standing dari laporan tersebut dinilai kuasa hukum Erick (Kodrati yang berdomisili hukum di Kantor Maximus Watung, S.H, M.H, dan Rekan), sudah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
“Laporan kami hari ini kepada Direktur PT. BML bukan mengenai perbuatan tidak menyenangkan. Karena kita ketahui bersama, pasal perbuatan tidak menyenangkan dan perbuatan lain dalam pasal 335 ayat 1 KUHP sudah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi. Ini berdasarkan putusan tanggal 26 Januari 2014 pada perkara Nomor 1 Tahun 2013,” terang Max.
“Laporan kami hari ini mengenai perbuatan memaksa dengan ancaman, ataupun dengan kekerasan. Dalam hal ini klien, kami seolah dipaksa untuk meneruskan laporan Polisi terhadap sejumlah warga Desa Sea. Dimana Erick sendiri menurut hati nuraninya, tidak mau melakukan itu. Dan menurut Kode Etik Advokat Indonesia dia boleh menghentikan kuasanya,” jelasnya.
Selain dugaan tindak pemaksaan, PT. BML dinilai telah mengkriminalisasi profesi Erick sebagai advokat. “Kami juga melaporkan Riedel Mongisidi selaku Direktur PT. BML dengan sangkaan perbuatan menyerang kehormatan, baik kepada rekan kami Erick secara pribadi, maupun dalam profesinya sebagai advokat,” tambah Max.
Pihak Kodrati juga mengecam perbuatan itu. Sehingga, mereka memastikan untuk mengawal laporan ini sampai tuntas.
“Koalisi Advokat Anti Kriminalisasi akan mengawal apa yang dilaporkan saudara Erick. Sehingga, tidak ada lagi tindakan semena-mena dari orang yang mungkin merasa dirinya bisa menindas profesi kami sebagai advokat,” tegas Evron Sompotan, S.H, kepada awak media.
“Yang kami laporkan menggunakan Pasal 355 Ayat 1 KUHP terkait tindakan pemaksaan kehendak. Karena Erick sebelumnya sudah dilaporkan oleh saudara Riedel, maka ini tindakan kami untuk berbalik melaporkannya,” tandanya.
Upaya hukum yang dilakukan Erick mendapat dukungan warga Sea. Terutama Aliansi Masyarakat Sea (Almasi) yang sempat berpapasan di Polda Sulut.
“Saya atas nama warga Sea yang tergabung dalam Almasi menyampaikan banyak terima kasih kepada Bapak Erick Mongisidi, karena sudah mencabut laporan terhadap sejumlah warga Sea pada waktu lalu,” ucap salah satu perwakilan masyarakat yang hadir di lokasi.
“Sebelumnya Pak Erick yang melaporkan kami di Polresta Manado pada bulan Mei lalu. Sehingga 48 orang kami sudah diperiksa. Tapi saat ini, dengan hati nurani Pak Erick dan tanpa paksaan siapapun, sudah tidak melanjutkan proses hukum itu. Semoga budi baik Pak Erick terhadap kami warga Sea dibalas Tuhan,” tutupnya.
Diketahui, kehadiran Almasi di Polda Sulut untuk melaporkan Prof. Dr. Drs. Tangkinihe, M.Ed. Dia diduga menjadi pihak pertama yang menjual lahan di Kawasan Hutan Lindung dan Mata Air Kolongan. Sehingga berujung pada masalah saat ini. (RE/**)