Oleh: Sigit Pamungkas
MASIH banyak orang menganggap rokok adalah barang berbahaya yang merusak kesehatan manusia. Tak hanya itu, rokok juga selalu menjadi kambing hitam setiap masalah yang terjadi, seperti kemiskinan sampai dianggap beban negara karena banyak perokok yang sakit-sakitan. Tapi apakah benar seperti itu? Berbagai penelitian juga membuktikan bahwa rokok berbahaya bagi kesehatan.
Merokok dapat menybabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin. Bahkan telah diketahui bahwa merokok menyebabkan penyakit saluran pernapasan kronis dan menyebabkan kematian. Tapi, Apakah semua badan kesehatan satu persepsi mengenai rokok sebagai permasalahan kesehatan? Tentu tidak semuanya, masih ada badan kesehatan dan sekelompok ahli kesehatan yang melihat persoalan rokok dan kesehatan ini dalam sudut pandang yang berbeda.
American Cancer Society menyatakan penggunaan tembakau menyumbang setidaknya 48% dari semua kematian akibat kanker, maka dimulailah labeling jahat terhadap produk hasil tembakau atau rokok, terutama rokok dikaitkan sebagai penyebab utama penyakit kanker. Selanjutnya, kita semua tahu, kini rokok tak hanya dituding penyebab utama kanker, tapi juga dituding sebagai pembunuh umat manusia.
Wanda Hamilton, seorang peneliti senior asal Amerika Serikat (AS) dalam bukunya yang berjudul “Nicotine War” meneliti bagaimana cara kerja badan-badan kesehatan masyarakat dalam melancarkan serangan ampuh terhadap rokok dan perilaku merokok menjadi isu kesehatan publik menyatakan bahwa baru pada tahun 1998, atau tepatnya setelah perusahaan-perusahaan besar farmasi sukses menerapkan uji coba berdagang produk pengganti nikotin rokok.
Saat itulah dana besar digelontorkan untuk melakukan riset terkait dampak buruk tembakau atau rokok terhadap kesehatan. Padahal pada tahun-tahun sebelumnya tidak pernah ada satupun riset yang menyatakan bahwa rokok adalah penyebab utama kanker atau penyakit-penyakit lainnya seperti yang ditudingkan terhadap rokok saat ini.
Lebih lanjut, Aisling Irwin, dalam artikelnya “Study cast doubt on heart ‘risk factors”, mengungkapkan bahwa studi cardiologi yang paling besar dilakukan telah menemukan hasil bahwa tidak ada hubungan sama sekali antara serangan kanker, jantung dengan faktor-faktor risiko seperti merokok. Studi tersebut kemudian diberi nama Monica Study. Penelitian ini dilakukan atas kajian di 21 negara yang dimulai pada tahun 1970-1990.
Selanjutnya, isu rokok versus kesehatan menjalar kepada orang-orang yang berada di sekitar perokok – Perokok aktive vs Pasif. mereka yang dikategorikan sebagai perokok pasif juga dituding sebagai orang yang pesakitan. Ancaman-ancaman bahwa perokok pasif turut kecipratan penyakit kanker, jantung, dan kematian, diproduksi terus-menerus hingga publik meyakini teori tersebut adalah benar. Namun pada tahun 2003, British Medical Journal merilis sebuah makalah definitif tentang perokok pasif dan kematian akibat kanker paru.
Dalam laporan ini, para penulis mempelajari sekitar 35.000 orang di California tidak pernah merokok selama 39 tahun, dan tidak menemukan hubungan statistik yang signifikan antara paparan perokok pasif dan kematian kanker paru-paru.
WHO dalam laporannya soal fakta-fakta tentang tembakau (rokok) menyebutkan, pada 2015 ada sekitar 1,1 miliar perokok di seluruh dunia. Dari jumlah itu, sekitar 800 juta lebih atau 80 persen berasal dari negara dengan pendapatan rendah dan menengah, sisanya 20 persen dari negara kaya. Rokok telah membius kaum miskin dengan sadar atau tidak sadar. Rokok telah jadi bagian dari kebutuhan dasar mereka.
Kebutuhan utama seperti kesehatan, pendidikan, dan tempat tinggal malah tersedot untuk belanja rokok. Akhirnya rokok dianggap sebagai salah satu penyumbang terbesar terhadap garis kemiskinan. tapi apakah benar seperti itu?
Padahal kalau kita mau melihat persoalan kemiskinan yang terjadi di negara – negara pendapatan rendah dan menengah, ada begitu banyak faktor yang saling berkaitan. memaksakan logika “kemiskinan” itu disebabkan oleh rokok adalah sesuatu yang rasa-rasanya tak masuk akal. Banyak faktor-faktor lain yang lebih relevan menjadi penyabab kemiskinan seperti ketidakstabilan perekonomian, sempitnya lapangan kerja, dan ketidakmampuan negara mengontrol harga adalah beberapa hal utama yang membuat hidup banyak masyarakat dekat dengan kemiskinan.
Sangat tidak adil jika rokok dan perokok dikaitkan sebagai penyebab utama kemiskinan. Terkesan seperti mengabaikan bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah juga turut menyumbang kemiskinan masyarakat. Kemiskinan tidak bisa disederhanakan hanya dengan akibat membeli sebuah produk, maka seorang menjadi miskin. Jika seperti itu, bukan hanya rokok saja yang menjadi penyebab kemiskinan, beli pulsa atau paket internetpun bisa dimasukan menjadi variabel penyebab kemiskinan.
Adanya penelitian tersebut seharusnya mereduksi pemahaman masyarakat mengenai rokok. Namun sialnya, kampanye yang sangat massif telah membentuk opini publik yang terlanjur percaya akan teori bahayanya rokok. Namun setidaknya, hasil penelitian yang membantah isu rokok sebagai biang permasalahan kesehatan dan kemiskinan masyarakat dapat menjadi informasi dan pengetahuan bagi masyarakat. Sehingga masyarakat tidak serta-merta mengamini fatwa-fatwa badan kesehatan masyarakat dan pemerintah yang membenturkan rokok versus kesehatan publik.
Referensi:
American Cancer Society. Independent Publisher Group, 16 Jun. 2015, https://www.cancer.org/latest-news/study-smoking-causes-almost-half-of-deaths-from-12-cancer-types.html. Diakses 17 Sept 2021
Enstrom, James. “Defending legitimate epidemiologic research: combating Lysenko pseudoscience.” Epidemiol Perspect Innov, vol. 4, no.11, Oct 2007, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2164936/.
Hamilton, Wanda. Big Drug’s Nicotine War. 2001, FORCES International Website, https://www.forces.org/evidence/pharma/pdf/fullwork.pdf. Diakses 16 Sept 2021.
Irwin, Aisling. “Study cast doubt on heart ‘risk factors’.” International News, 25 Aug. 1998, http://www.forces.org/evidence/files/cardio.htm.
World Health Organization. 25 Jul. 2019, https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/tobacco. Diakses 16 Sept 2021.